Selasa, 23 Desember 2008

Kontroversi UU BHP

Kontroversi UU BHP Saturday, 20 December 2008 Rabu (17/12) lalu DPR mengesahkan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP). Pengesahan UU tersebut menimbulkan sejumlah polemik dan kontroversi. Bahkan sejumlah mahasiswa di Makassar dan Jakarta ramai-ramai berdemo menolak UU tersebut. Mengapa UU BHP tersebut menimbulkan kontroversi dan mengapa DPR berkeras untuk mengesahkan UU tersebut? Apa manfaat dan kerugiannya bagi dunia pendidikan kita? Tulisan ini mencoba memberikan satu perspektif singkat mengenai pertanyaan-pertanya an itu.Tentu saja akan ada perspektif lain dalam melihat UU BHP. Otonomi atau Liberalisasi? Sejak awal disiapkan,RUU BHP— yang merupakan amanat UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional—memang menuai berbagai persoalan. Dominasi isu yang muncul adalah apakah negara bermaksud melepaskan tanggung jawab konstitusional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945. Isu ini semakin kuat jika dikaitkan dengan gejala liberalisasi (neoliberalisme)— atas nama profesionalisme dan korporasi— yang sudah terjadi pada sektorsektor yang lain melalui privatisasi. Apalagi di dalam draf-draf awal RUU BHP tersebut dimungkinkan dan dimudahkannya lembaga pendidikan tinggi asing mendirikan BHP di Indonesia melalui kerja sama dengan BHP Indonesia yang telah ada. Pasal ini memiliki sisi positif untuk meningkatkan daya saing pendidikan tinggi untuk menyerap pengetahuan pendidikan tinggi asing,tetapi juga dapat memiliki dampak negatif berupa liberalisasi pendidikan tinggi yang dapat menyebabkan intervensi dan penguasaan pendidikan oleh lembaga pendidikan tinggi asing. Pasal ini telah dihapus dalam UU BHP yang ditetapkan oleh DPR. Kontroversi lainnya adalah seputar biaya pendidikan yang dikhawatirkan akan semakin mahal dengan terbentuknya BHP.Kekhawatiran ini berasal dari praktik perguruan tinggi badan hukum milik negara (PT BHMN) sebagai species BHP yang selama ini terjadi dan bertendensi memarginalisasi anak-anak tidak mampu untuk mengenyam pendidikan. Perjalanan dan perenungan penulis terhadap praktik PT BHMN selama ini menyimpulkan bahwa pembiayaannya masih berpijakpadabiayaop erasionalpendidi kan (BOP) yang dipungut dari peserta didik. Hal ini terjadi karena berbagai persoalan,seperti aset PT BHMN yang masih dimiliki oleh negara menyebabkan kesulitan pengembangan sumber penerimaan lain dari ventura bisnis. Di sisi lain, betapa sulitnya melakukan perubahan budaya penyelenggara (baik pengelola,dosen dan tenaga kependidikan) dari budaya birokrasi ke budaya korporasi. Jalan mudah yang selama ini ditempuh adalah membebankan pembiayaan operasional kepada peserta didik. Kekhawatiran ini cukup beralasan, meski selama ini PTBHMN secara terbatas juga memberikan fasilitas bantuan pendidikan dan beasiswa kepada peserta didik. Demikian besarnya kekhawatiran masyarakat terhadap mahalnya biaya pendidikan tersebut, para wakil rakyat di DPR merasa perlu untuk mencantumkan kewajiban pemerintah dalam pembiayaan pendidikan oleh BHP. Dalam draf terakhir yang disahkan pada 17 Desember 2008 lalu, pasal-pasal tentang kekayaan dan pendanaan pendidikan oleh BHP diarahkan untuk memperkuat peran negara dalam pembiayaan pendidikan. Misalnya saja kekayaan BHP pemerintah/ pemerintah daerah (BHPP dan BHPPD) merupakankekayaanpe ndiri (negara/pemerintah daerah) yang dipisahkan (Pasal 37). Sedangkan semua bentuk pendapatan dan sisa hasil usaha kegiatan maupun penggunaan tanah negara tidak termasuk pendapatan negara bukan pajak (Pasal 38) dan harus ditanamkan kembali ke dalamBHPuntuktujuan peningkatan kualitas pendidikan.Khusus untuk pendanaanpendidikan bagiBHPPdan BHPPD, pemerintah dan pemerintah daerah menanggung paling sedikit 1/3 biaya operasional untuk pendidikan menengah dan paling sedikit 1/2 biaya operasional untuk pendidikan tinggi (Pasal 41 ayat 4 dan 6). Biaya penyelenggaraan pendidikan yang ditanggung oleh peserta didik dalam BHPP dan BHPPD paling banyak 1/3 dari biaya operasional. Dalam pasal lain UU BHP juga mewajibkan penyelenggara pendidikan untuk memberikan beasiswa, bantuan pendidikan,kredit mahasiswa dan pemberian pekerjaan kepada peserta didik (Pasal 40),dan wajib menjaring dan menerima warga negara Indonesia yang memiliki potensi akademik tinggi dan kurang mampu paling sedikit 20% dan jumlah keseluruhan peserta didik. Hal menonjol dan sampai saat ini tetap menjadi ganjalan dalam UU BHP adalah berlakunya ketentuan BHP bagi penyelenggara pendidikan swasta oleh masyarakat. Seluruh ketentuan BHP berlaku bagi BHP masyarakat (BHPM), kecuali mengenai ketegasan bantuan pemerintah untuk biaya investasi, beasiswa dan biaya operasional pendidikan sebagaimana berlaku bagi BHPP dan BHPD. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah memang ikut menanggung dana pendidikan untuk BHPM dan BHP penyelenggaraan (yayasan dan perkumpulan) dalam bentuk bantuan pendidikan, tetapi hal ini hanya berlaku bagi pendidikan dasar dan tidak ditentukan besaran minimal bantuan tersebut. Dapat dikatakan bahwa proporsi pengaturan pasal-pasal dalam UU BHP lebih condong dan lebih cocok untuk lembaga pendidikan pemerintah ketimbang lembaga pendidikan swasta. Menuju Implementasi UU BHP Berbagai kontroversi di atas seharusnya bermuara pada satu pertanyaan, dapatkah UU BHP ini diimplementasikan untuk menjamin kualitas pendidikan kita yang semakin baik? Penulis sendiri berposisi mendukung penguatan profesionalisme otonomi penyelenggaraan pendidikan, tanpa harus melepaskan tanggung jawab negara terhadap pendanaan pendidikan. Tentu saja dengan berbagai catatan, bahwa implementasi UU BHP tidak boleh menyebabkan komersialisasi pendidikan yang dapat membatasi hak-hak masyarakat—termasuk golongan tidak mampu—untuk menikmati pendidikan. Pun bantuan dan subsidi yang diberikan oleh negara terhadap pendidikan tidak boleh menyebabkan hilangnya kreativitas dan inovasi lembaga pendidikan untuk melakukan knowledge sharingdan knowledge creation. Jika dilihat dari pasal-pasal dalam UU BHP, sejatinya cukup melegakan bahwa tanggung jawab negara dalam pendidikan tidak hilang dan dihilangkan. Demikian pula tuntutan UU BHP untuk akuntabilitas, keterbukaan, partisipasi dan transparansi dalam penyelenggaraan pendidikan. Yang justru dikhawatirkan adalah kemampuan negara untuk membiayai 1/3 biaya operasional (pendidikan menengah) dan 1/2 biaya operasional (pendidikan tinggi) bagi seluruh BHPP dan BHPPD. Nilai itu belum termasuk biaya investasi, beasiswa, dan subsidi lain. Dana ini juga belum termasuk bantuan pemerintah dan pemerintah daerah kepada BHPM. Jika pemerintah tak memiliki dana cukup untuk membiayai itu semua,maka kekhawatiran sejumlah mahasiswa dalam praktik PT BHMN selama ini akan terjadi. Hal lain yang cukup mengganggu, sering kali implementasi UU terhambat oleh buruknya kapasitas sistem birokrasi negara. Jika bantuan dana tersebut dilakukan melalui birokrasi negara, bukan tidak mungkin proses pendidikan secara keseluruhan juga akan terwarnai oleh buruknya kompetensi dan rusaknya moralitas birokrasi. Kepada seluruh pemangku kepentingan penulis menghimbau,mari kita diskusikan polemik BHP ini dengan kerangka dan tujuan yang sama: untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.(*) *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi Eko Prasojo Guru Besar FISIP UI dan anggota MWA UI

Rabu, 03 Desember 2008

Guru Impian (1)

Assalamu ‘alaikum guruku
Setiap saat aku berjumpa denganmu
Setiap saat itu pula kulihat senyummu

Assalamu ’alaikum guruku
Setiap saat engkau mengajariku
Setiap saat itu pula kulihat samudra ilmumu

Assalamu ’alaikum guruku
Setiap saat engkau menasehatiku
Setiap saat itu pula kulihat kemuliaanmu

Assalamu ’alaikum guruku
Setiap saat engkau menyeruku
Setiap saat itu pula kulihat wibawamu

Assalamu ’alaikum guruku
Setiap saat engkau menyapaku
Setiap saat itu pula kulihat kasih sayangmu


Itulah puisi yang dibuat oleh seorang guru dari MI Miftahul Huda Cikadut Bandung saat acara Teacher Motivation Goes to School yang diadakan tanggal 10 Juli 2008. Puisi ini menceritakan Guru Impian yang didambakan seorang siswa. Tulisan ini akan mencoba membahas secara berseri dan di bagian pertama yaitu Guru yang Ramah dan Murah Senyum.

Apakah benar siswa berharap bertemu dengan guru yang ramah penuh senyuman? Apa efek senyuman itu? Nah, jika coba tanya kepada siswa, apa ciri pertama guru yang diidolakan, biasanya jawabannya guru yang ramah, tidak sombong dan baik hati. Guru yang ramah, memberi senyuman yang tulus yang selalu teringat dan membekas di hati. Akibatnya akan sungguh luar biasa karena siswa akan selalu merasa nyaman belajar dan terus merindukan saat-saat bersama gurunya. Semangat untuk kembali ke sekolah dengan penuh kegembiraan dan tanpa ketepaksaan.

Bagaimana dengan kita sebagai guru? Apakah senyum ini masih terus ada di diri kita dalam setiap kondisi dan keadaan? Jangan sampai senyum itu hanya ada di tanggal 1 tiap bulan saat masih banyak uang di kantong. Lalu kemudian mulai menghilang di tanggal 15 karena uangnya mulai menipis? Apakah senyum ini masih terus kita tebarkan ke anak didik kita setiap hari dengan penuh keikhlasan? Jangan sampai senyum yang ditebarkan seperti senyum pramugari di saat kita masuk ke pesawat terbang. Senyum karena prosedur pelayanan. Tentu kita ingin senyum karena ikhlas karena senyum yang ikhlas akan menjadi shadaqah. Oleh karena itu mari biasakan untuk tersenyum yang keluar dari hati yang tulus. Asal jangan senyum sendirian, khawatir dianggap kurang waras.
Lebih lanjut tentang senyum yang ’ideal’ dapat dicermati dari lagu di bawah ini :

SENYUM (Raihan)

Manis wajahmu kulihat di sana,
apa rahasia yang tersirat
Tapi zahirnya dapat kulihat,
Mesra wajahmu dengan senyuman
Senyuman …. senyuman

Senyum tanda mesra, senyum tanda sayang,
Senyumlah sedekah yang paling mudah.
Senyum diwaktu susah tanda ketabahan,
Senyuman itu tanda keimanan
Senyumlah …. Senyumlah…. Senyumlah …. Senyumlah

Hati yang gundah terasa tenang,
bila melihat senyum.
Tapi senyumlah seikhlas hati
Senyuman dari hati jatuh ke hati.
Senyumlah …. senyumlah

Senyumlah seperti Rasulullah…
Senyumnya bersinar seperti cahaya
Senyumlah kita hanya karena Allah
Itulah senyuman bersedekah
Senyumlah …. Senyumlah … Senyumlah …. Senyumlah

Senyumlah sedekah yang paling mudah
Tiada terasa terhutang budi
Ikat persahabatan antara kita
Tapi senyum jangan disalah guna
Senyumlah …. Senyumlah … Senyumlah …. Senyumlah

Wallaahu a’lam bishshawab
Syamril

Menjelang dhuhur, di Masjid Salman ITB
Tanggal 25 Oktober 2008

Belajar dari Laskar Pelangi

Jangan pernah menyerah …
Kita hidup untuk memberi sebanyak-banyaknya dan bukan untuk menerima sebanyak-banyaknya.
(Pak Harfan : Kepala Sekolah SD Muhammadiyah Belitong di Film Laskar Pelangi)

Itu adalah cuplikan nasehat dari Pak Harfan, Kepala Sekolah di Film Laskar Pelangi saat memberikan nasehat kepada murid-muridnya. Meskipun seluruh muridnya berasal dari kaum dhuafa, miskin dan hanya mampu bersekolah di SD Muhammadiyah yang hampir roboh, Pak Harfan sadar bahwa ada yang tak boleh roboh dari murid-muridnya yaitu semangat, harapan yang tergambar dari ungkapan sederhana “jangan pernah menyerah”…

Demikian pula saat Pak Harfan sedang sibuk membetulkan bangku yang sudah rusak kemudian datanglah temannya dan bertanya “mengapa masih tetap kau petahankan sekolah ini?” Apa jawaban beliau : “ sekolah ini bukan hanya mengejar nilai, tapi juga mendidik hati.. “ Artinya pendidikan yang tidak hanya mementingkan intelektual semat, tetapi juga iman takwa dan akhlak mulia. Di bagian lain juga terungkap bahwa sekolah itu tetap ada untuk membantu mereka yang miskin agar juga tetap bersekolah. Ternyata itu semua dipayungi oleh filosofi hidup ” Kita hidup untuk memberi sebanyak-banyaknya dan bukan untuk menerima sebanyak-banyaknya”.

Selanjutnya, sosok yang lebih luar biasa lagi yaitu Bu Muslimah yang meskipun hanya tamatan Sekolah Menengah, tapi semangat juangnya untuk menjadi guru sangat tinggi. Semula mereka hanya bertiga di sekolah, dan kemudian salah seorang guru pun pindah ke tempat lain. Lalu setelah Kepala Sekolah meninggal, tinggallah beliau sendirian mendidik anak-anak yang tergabung dalam Laskar Pelangi dengan karakter yang berbeda-beda. Sungguh sosok guru yang luar biasa, guru yang mampu mendidik dengan penuh dedikasi meskipun tanpa gaji. Guru yang mampu menerapkan ilmu-ilmu pendidikan modern yang baru banyak dipelajari di masa sekarang padahal beliau tak pernah belajar secara khusus tentang itu.

Bu Muslimah telah menerapkan prinsip bahwa setiap anak itu unik, sehingga masing-masing akan tumbuh dengan karakter, minat dan dan bakat yang berbeda. Mahar yang berbakat di seni diberinya peluang dan kepercayaan untuk tumbuh. Lintang yang jago matematika dan sains, didorongnya untuk terus belajar dan menunjukkan kemampuannya sampai berhasil juara di Cerdas Cermat. Bahkan, Harun yang saat ujian matematika hanya mampu menggambar kucing, tetap dihargai dan diberinya raport khusus. Ini lebih luar biasa lagi, beliau telah menerapkan pendidikan inklusi yang baru ada abad XXI ini banyak didengungkan.

Akhirnya, Film Laskar Pelangi yang diambil dari karya Andrea Hirata yang berjudul sama sungguh sangat inspiratif terutama bagi kita para pendidik. Di tengah arus materialisme, kapitalisme dan pragmatisme yang mendera dunia pendidikan kita, film ini membawa pencerahan bahwa menjadi guru itu sangat mulia. Dan kunci itu semua dirangkum dengan sangat baik oleh Nidji dalam lagu Laskar Pelangi berikut ini :

Mimpi adalah kunci
Untuk kita menaklukkan dunia
Berlarilah tanpa lelah
Sampai engkau meraihnya

Laskar Pelangi
Takkan terikat waktu
Bebaskan mimpimu di angkasa
Warnai bintang di jiwa

Menarilah dan terus tertawa
Walau dunia tak seindah surga
Bersyukurlah pada yang Kuasa
Cinta kita di dunia
Selamanya …….

Cinta kepada hidup
Memberikan senyuman abadi
Walau hidup kadang tak adil
Tapi cinta lekat di kita

Laskar Pelangi
Takkan terikat waktu
Jangan berhenti mewarnai
Jutaan mimpi di bumi

Menarilah dan terus tertawa
Walau dunia tak seindah surga
Bersyukurlah pada yang Kuasa
Cinta kita di dunia

Menarilah dan terus tertawa
Walau dunia tak seindah surga
Bersyukurlah pada yang Kuasa
Cinta kita di dunia

Selamanya ……. Selamanya

Laskar Pelangi
Takkan terikat waktu

Saya jadi teringat dengan Firman Allah berikut :
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. Al Ankabut : 69)

Syamril

Sang Militan Pendidikan

Sabtu, 8 nop lalu, saya sangat bersyukur diundang oleh HIMPAUDI Kabupaten Tasikmalaya. Acaranya Teacher Motivation Forum. Saya bertemu dengan sekitar 250 orang guru PAUD dan acara di dalam masjid, bukan di ruangan ber AC. Acara dengan guru-guru dari jam 9.10 - 12.30.
Yang membuat saya bersyukur saat berdua dengan ketua panitia, makan siang sambil ngobrol.... Luar biasa militannya sang ketua ini, di lingkungan sekolah PAUD nya yang punya 10 orang guru, dia sendirian yang laki-laki....
Kemudian, dia mengurus PAUD yang ada di kampung-kampung di kabupaten tasikmalaya. Beliau bercerita sedang mengajukan data ke dinas pendidikan agar guru-guru PAUD dapat bantuan Rp. 200.000,- per orang karena memang guru-guru PAUD sering digaji alakadarnya (ada yang 50.000 sebulan).
Dia nyatakan di depan para peserta, tidak akan ada pemotongan bantuan jika nanti cair....
Nah, dia pun cerita bahwa kalau lewat dinas pendidikan sering ada pemotongan. Dan di acara itu, dari dinas pendidikan juga datang dan sempat 'mengajari' beliau agar tiap guru dipotong 50.000,-. Kan lumayan, kalau ada 200 orang guru, bisa dapat 10 juta....
Apa jawaban beliau, saya tidak tega, gaji mereka sudah kecil, kok kita teganya memotong lagi... Untung beliau punya prinsip dan tidak takut dijadikan 'musuh' oleh dinas pendidikan.

Mental umum dinas pendidikan kita ternyata seperti itu. di bandung pun ada kepala sekolah yang pernah cerita, dapat bantuan untuk sekolah gratis yang dia dirikan, dipotong juga sama dinas pendidikan (tega nian, tidak pandang bulu). Dan tidak ada pilihan lain karena kalau tidak dipotong tidak akan cair...

KEmbali ke militansi tokoh yang saya ceritakan di awal.
Di usianya yang 35 tahun dan memilih jalan pendidikan tanpa dana yang banyak karena sekolahnya juga bukan untuk orang kaya, saya bertanya, apa bisnisnya agar ada juga penghasilan lain? Dia ternyata melayani pemasangan dan servis wartel. Kok bisa, padahal dia sarjana agama.... Lalu, sekarang juga bisnis air oksigen....

Akhirnya, militansi beliau dan keteguhannya menjalani dunia PAUD membuatnya dikenal dan dicintai oleh pada guru PAUD bahkan masyarakat sekitar pun mengenalnya dan mungkin satu kota dia mengenal dia. Saya sempat bercanda, kalau saya naik becak dan saya bilang mau ke sekolah dia, pasti semua tukang becak sudah tahu... Jawabannya ia, angkot dan lain juga tahu... Padahal sekolahnya tidak bisa masuk mobil, masuk ke gang kecil .... tapi saat keliling ke fasilitas sekolah, saya kaget.... di sekolah kecilnya itu ada komputer dan software pendidikan dari akal interaktif. Ini bagus untuk anak-anak dan saya dorong PAUD lain agar juga punya komputer walaupun bekas....
Rasanya dan saya yakin banyak orang-orang seperti ini di kampung-kampung yang mungkin tidak banyak kita kenal dan tidak banyak bicara. Mereka lebih senang bekerja dan tidak begitu memikirkan 'uang' karena dia yakin Allah Maha Adil, Maha Kaya, Maha Pengasih dan Penyayang....

Jangan menyerah...
Mari berbuat karena kita hidup untuk memberi sebanyak-banyaknya.
Bukan untuk menerima sebanyak-banyaknya....

(tahu kan ini ucapan siapa? .... Pak Harfan di Laskar Pelangi)

Kamis, 06 November 2008

TELADAN KELUARGA IBRAHIM : KIDS

Pengantar

Bayangkan, di pagi hari yang cerah saat santai sambil membaca koran, tiba-tiba berita menghebohkan “Seorang suami meninggalkan istri dan anaknya yang masih bayi di tempat sepi tak bertuan”. Mungkin kita langsung berkata “ ini suami tega nian, tidak bertanggung jawab”. Belum selesai kekagetan kita, tiba-tiba muncul berita lain ” Seorang Bapak membawa anaknya ke gunung dan menyembelihnya. Dan anaknya dengan rela bersedia”. Mungkin kita berfikir lagi.... ” mungkin bapak dan anak ini pengikut aliran sesat yang terkena doktrin kuat sehingga melakukan seperti itu sebagaimana pernah kita dengar bunuh diri massal dari kelompok-kelompok tertentu di Jepang”.

Ternyata kisah di atas bukan rekaan, pernah terjadi dan terus dijadikan sumber inspirasi umat Islam selama 15 Abad. Menggali spirit keteladanan keluarga Nabi Ibrahim a.s. Seorang Nabi yang keturunannya membawa agama-agama besar dunia, agama Islam, Nasrani dan Yahudi. Bahkan kejadian tersebut setiap tahun diperingati dan dinapaktilasi oleh umat Islam melalui ibadah haji dan kurban. Pada ibadah haji, tahun ini saja diperkirakan 4 juta umat Islam seluruh dunia melakukannya. Ibadah qurban tentu lebih banyak lagi, mungkin ratusan juta umat Islam yang melakukannya.

Melalui kedua peristiwa itu Allah menguji Ibrahim dan keluarganya dan berhasil lulus dengan gemilang sebagaimana Allah firmankan dalam Al Qur’an :

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya (dengan sempurna). Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang dzalim". (Q. S. 2 : 124)

Ibrahim menunaikannya dengan sempurna, nilai maksimal dan akhirnya Allah menjadikannya imam bagi seluruh manusia.

Allah Subhanahu wa Ta’ala memilihnya, menunjukinya kepada jalan yang lurus, serta mengaruniakan kepadanya segala kebaikan dunia dan akhirat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan Kami karuniakan kepadanya kebaikan di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat termasuk orang-orang yang shalih.” (An-Nahl: 121-122)
Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkatnya sebagai khalil (kekasih). Sebagaimana dalam firman-Nya:
“Dan Allah mengangkat Ibrahim sebagai kekasih.” (An-Nisa`: 125)
Dengan sekian keutamaan itulah, Allah Subhanahu wa Ta’ala wahyukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengikuti agama beliau ‘alaihissalam. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): ‘Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.’ Dan dia bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah.” (An-Nahl: 123)
Demikianlah sekelumit tentang perjalanan hidup Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan segala keutamaan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan kepadanya. Barangsiapa mempelajarinya dengan seksama (mentadabburinya) niscaya akan mendulang mutiara hikmah dan pelajaran berharga darinya. Terkhusus pada sejumlah momen di bulan Dzulhijjah yang hakikatnya tak bisa dipisahkan dari sosok Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.

Mari kita renungi satu persatu kisah tersebut :

Kisah Pertama : Siti Hajar dan Ismail di Lembah Tandus Mekkah

Setiap peristiwa pasti punya hikmah apalagi peristiwa luar biasa yang sengaja Allah ciptakan untuk kelak menjadi pelajaran.
Mengapa Siti Hajar rela ditinggal oleh Nabi Ibrahim di tempat tak bertuan bersama bayinya Ismail ? Apakah ia tidak protes dengan perginya suaminya meninggalkannya?
Sebagai manusia biasa dan seorang ibu, dia juga protes sebagaimana hadist berikut :

Diriwayatkan dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata: “Kemudian Ibrahim membawa Hajar dan sang putra Ismail –dalam usia susuan– menuju Makkah dan ditempatkan di dekat pohon besar, di atas (bakal/calon) sumur Zamzam di lokasi (bakal) Masjidil Haram. Ketika itu Makkah belum berpenghuni dan tidak memiliki sumber air. Maka Ibrahim menyiapkan satu bungkus kurma dan satu qirbah/kantong air, kemudian ditinggallah keduanya oleh Ibrahim di tempat tersebut. Hajar, ibu Ismail pun mengikutinya seraya mengatakan: ‘Wahai Ibrahim, hendak pergi kemana engkau, apakah engkau akan meninggalkan kami di lembah yang tak berpenghuni ini?’ Dia ulang kata-kata tersebut, namun Ibrahim tidak menoleh kepadanya. Hingga berkatalah Hajar: ‘Apakah Allah yang memerintahkanmu berbuat seperti ini?’ Ibrahim menjawab: ‘Ya.’ Maka (dengan serta-merta) Hajar mengatakan: ‘Kalau begitu Dia (Allah) tidak akan menyengsarakan kami.’ Kemudian Hajar kembali ke tempatnya semula.”
(Lihat Shahih Al-Bukhari, no. 3364)
Apa yang berubah dari Siti Hajar setelah dia bertanya : ‘Apakah Allah yang memerintahkanmu berbuat seperti ini?’ Ibrahim menjawab: ‘Ya.’ Maka (dengan serta-merta) Hajar mengatakan: ‘Kalau begitu Dia (Allah) tidak akan menyengsarakan kami.’

Terjadi perubahan paradigma, cara memandang kejadian. Semula dia memandang dengan kacamata manusia, logis-pragmatis. Kalau saya ditinggalkan di sini berdua tanpa perbekalan yang cukup maka lama kelamaan, dia dan anaknya akan mati kehausan dan kelaparan. Maka dia pun protes.

Tetapi kemudian berubah menjadi supralogis-agamis. Kalau memang ini perintah Allah, Siti Hajar yakin seyakin-yakinnya, meskipun suaminya Ibrahim meninggalkannya, tetapi Allah tidak akan meninggalkannya. Allah tidak akan menyengsarakannya. Allah tidak akan mungkin memerintahkan sesuatu yang di luar kemampuannya.

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ..... (Q.S. 2 : 286)

Kita menemukan kunci pertama : Keyakinan kepada Allah.

Bagaimana logikanya ?
• Dia selama hidupnya selalu berusaha mengisi hidupnya dengan kebaikan. ALLAH mencintai hamba-hambaNya yang mengisi kehidupannya dengan kebaikan, ahsanu amalan, muhsinin.

.....Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Q.S. Ali Imran : 134)

Itulah yang diyakini oleh Siti Hajar. Maka dia yakin, Allah mustahil membiarkan hamba-hamba yang dicintaiNya berada dalam kesulitan, kenestapaan, kehinaan.

Apakah Keyakinan saja Cukup?

Waktu pun berlalu dan tinggallah mereka berdua di lembah gersang yang panas tak ada teman. Perbekalan yang dibawa pun tak banyak dan mulai terus berkurang sampai akhirnya habis. Anak yang masih bayi, pun mulai menangis kehausan. Air dan ASI sang ibu juga sudah tak ada lagi. Sang ibu pun bingung, kemana harus mencari air. Tak terlihat tanda-tanda di sekitar tempatnya berada terdapat sumber air. Maka berlarilah dia mencari air. Dengan menaiki sebuah bukit dicarinya air, ternyata tidak ada. Kemudian lari lagi ke bukit yang lain dan juga tidak ada.

Keyakinan yang dimiliki ternyata tidak membuat Siti Hajar diam berpangku tangan menunggu mukjizat. Setelah perbekalannya habis, maka dia pun bergerak, berusaha mencari air meskipun harus mendaki bukit dan berlari dari bukit Shofa ke Marwah yang jaraknya 420 m.

Kunci kedua : Ikhtiar
...Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. ... (Q.S. Ar-Ra’du : 11)

Ikhtiar yang dilakukannya pun luar biasa. Didasari pada keyakinan akan pertolongan Allah, maka sepanjang usahanya selalu berdo’a kepada Allah.

Kunci ketiga : Do’a yang khusyuk.

Usaha tanpa do’a adalah sombong, do’a tanpa usaha adalah omong kosong.
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Q.S. Al A’raf :55)

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (Q.S. Al Baqarah : 186)

Apakah Ikhtiar dan Do’a sudah Cukup?

Terus bolak balik sampai tujuh kali dari dua bukit tersebut dengan terus berusaha tak putus asa dan juga berdo’a kepada Allah semoga ada air untuk anaknya tercinta yang kehausan. Satu kali, dua kali sampai enam kali belum mendapatkan air. Tapi Siti Hajar tidak berputus asa.

Akhirnya, pertolongan dari Allah pun datang. Setelah tujuh kali, dari bawah tempat kaki Ismail, kemudian keluarlah air. Sang Ibu pun bersyukur luar biasa. Dikumpulkannya air itu, dan ternyata di tempat itu terdapat mata air yang terus mengalir, dan terus mengalir sampai sekarang. Itulah sumur air zamzam. Airnya penuh berkah, mengandung mineral istimewa yang menyehatkan. Terus diambil setiap saat apalagi di musim haji. Tapi anehnya, airnya tidak pernah habis.

Kunci keempat : sabar dan tidak putus asa.
Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk,
(Q.S. Al Baqarah : 45)
”..... dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". (Q.S. Yusuf : 87)

Dari kisah Siti Hajar dan Ismail dapat kita gali kunci keberhasilan Siti Hajar melalui ujian yang Allah berikan yaitu KIDS :
Keyakinan
Ikhtiar
Do’a
Sabar

Wallahu a'lam

syamril

Selasa, 04 November 2008

Barrack Obama (dari Anwar Holid)

[HALAMAN GANJIL]Saya dan Barack Obama------------ -----------Anwar Holid- Tax, apa kamu malas nulis tentang buku kamu?- Bukan malas, tapi malu.- Malu kenapa?- Masak kalau untuk buku sendiri aku mau ngusahain nulis, sementara untuk buku yang aku terima dari pihak lain aku malas? Apalagi banyak dari buku itu sangat bagus dan sangat pantas ditulis atau direkomendasikan. Kesannya narsis. Bukan kesannya lagi, tapi iya! Aku lebih malu lagi pada pihak-pihak yang mengirimi aku buku.- Memang buku apa yang menurutmu bagus akhir-akhir ini?- Banyak. Beberapa di antaranya sudah aku baca, cuma belum bisa aku tulis saja. Tapi tiap kali ada kesempatan, selalu aku rekomendasikan.- Lebih menarik dari isu Barack Obama yang lagi naik daun?- Isu itu bagaimana kemasannya. Sebagian tema buku itu biasa saja, tapi bisa ditulis sangat menarik, dan itu bisa membuat buku jadi memukau.Saya menulis buku biografi populer Barack Hussein Obama: Kandidat Presiden AS yang punya "Muslim Connection" (Mizania, 2007.) Itu buku kecil, ditulis seinformatif dan seluwes mungkin, menekankan eksplorasi keislaman dan keindonesiaan pada diri Barack Obama. Nama tengah "Hussein" pada buku itu sangat penting karena menjadi pembeda di antara buku tentang Obama lain yang beredar; meskipun Obama sendiri bilang, "Orang AS nggak peduli sama nama tengah." Sejak terbit, tanggapan yang datang pada saya positif dan kadang-kadang mencengangkan. Buku itu menghubungkan saya dengan ibu Maria Sri Sumaryatiningsih, teman Ann Dunham (ibu Barack Obama), seorang mantan dosen Universitas Sriwijaya, Palembang yang kini tinggal di Belanda. Dia bilang, "Ann Dunham itu persis seperti yang kamu ceritakan. Dari mana kamu bisa menulis seperti itu?" - Saya mengumpulkan berbagai bahan dari Internet, bu.Ibu Maria lantas cerita bagaimana dia bisa kenalan dengan Ann Dunham. "Mungkin waktu itu tahun 1983-an, saya masih jadi dosen Unsri. Di sana saya kenal bu Ann karena sedang melakukan penelitian pertanian di daerah rawa-rawa. Di antara teman-teman ibu Ann, salah satunya ialah Dr. William Collier (Bill), mantan dosen IPB, dan juga pernah bekerja di IBRD. Bill tinggal di jalan Kumbang, Bogor. Entah sekarang masih ada apa tidak, saya sudah tidak kontak lebih dari 20 tahun." Saya bilang, "Wah, sayang kita kenalan setelah buku itu terbit. Ini pasti jadi info yang sangat berharga, karena bisa menambah keterangan tentang ibu Ann. Nanti kalau ada edisi revisi akan saya masukkan."Ibu Maria cerita kesulitan hidup yang dialami Ann, terutama setelah ditinggal Lolo Soetoro. Dia sering ditipu oleh sopirnya sendiri, mencuri uang rekening, dan lain sebagainya. Ibu Maria bahkan sampai bilang begini, "Ann, hidupku ini sudah susah. Tapi yang kamu alami kayaknya lebih susah lagi."Ada juga yang bilang bahwa Barack Hussein Obama langsung jadi buku favoritnya, mengalahkan buku karya seorang penulis senior. Segera setelah buku itu terbit, saya dihubungi orangtua yang minta dicarikan kontak ke Maya Soetoro, adik tiri Barack Obama; tujuannya biar orang Indonesia bisa terang-terangan mendukung Obama. Seorang ketua DPD sebuah provinsi bilang bahwa buku itu berhasil menaikkan adrenalin pemuda Indonesia agar berprestasi seperti Obama. Semua itu terlalu mengejutkan buat saya yang menulis buku itu awalnya karena order.Dulu, kepada seorang editor Mizan, saya pernah menawarkan proposal penulisan kisah 25 nabi dalam Islam menggunakan pendekatan perspektif dari khazanah Yahudi, Kristen, dan Islam. Ternyata buat dia proposal itu kurang menarik. Alasan utamanya ialah paling hanya lima nabi yang benar-benar bisa menarik perhatian banyak pembaca dan calon pasar. Proposal itu ditolak. Tapi 1-2 minggu setelah itu saya ditelepon, "Tax, mau nggak nulis tentang Barack Obama?"Awalnya saya bingung dan ragu dengan tawaran itu. Tapi menimbang berbagai hal, akhirnya tawaran itu saya terima. Ternyata setelah terbit, hasilnya positif. Buku itu lumayan bisa menarik perhatian orang, diresensi di berbagai media dan blog, sementara menurut standar Mizan, buku itu masuk kategori best seller, membuat saya dinilai pantas menerima hadiah sejumlah buku mahal. Kini predikat saya tambah; selain sebagai kontributor "Selisik" dan kolom [HALAMAN GANJIL], saya dikenal sebagian orang sebagai penulis biografi Barack Obama.Salah satu dari orang yang menghubungi saya gara-gara buku itu akhirnya berteman. Dia seorang mahasiswa di Kalimantan Tengah. Minatnya pada penulisan dan perbukuan menggebu-gebu, dan akibatnya dia kerap menanyakan ini-itu ihwal dunia penerbitan dan penulisan pada saya. Menarik cara orang dihubungkan oleh tulisan. Selain berusaha menulis novel, dia rupanya berminat sekali bikin cabang FLP di kotanya, sampai akhirnya perkenalan kami merembet ke orang-orang FLP Bandung yang saya kenal. Ketertarikan pada isu Obama membuat saya hampir secara otomatis menyimpan arsip berita online tentang dia, dari manapun sumbernya, baik dari situs kantor berita atau milis, terlebih-lebih bila saya dapat akses Internet gratis di Ultimus. Begitu banyak arsip itu sampai suatu ketika terpantiklah ide dalam kepala saya, "Mungkin menarik kalau aku bikin buku quotations Barack Obama. Mau aku tawarkan ke Mizan ah." Kini saya berinisiatif mengajukan buku kutipan-kutipan Obama kepada editor yang sama. Tapi rupanya, seiring waktu dan perkembangan mutakhir, Mizan merasa buku tentang Barack Obama sudah terlalu banyak. Walhasil sang editor menolak ide itu. Di sisi lain, sang editor mencium gelagat bahwa Obama memang kurang peduli pada keindonesiaan maupun keislaman, dan makin ketahuan bahwa Obama cenderung sangat pro-Israel-- -sekutu AS di jazirah Arab. Gelagat itu hanya butuh waktu untuk "meledak" dan melahirkan sentimen antipati pada Obama, terutama bagi pendudukIndonesia yang Muslim. Terpicu berbagai hal seperti itu, saya sempat menulis artikel untuk apa umat Islam berharap paa Obama; tapi artikel itu ternyata ditolak media yang saya kirimi.Awalnya saya kecewa usul membuat buku quotations itu ditolak, meskipun proyek itu benar-benar masih embrio. Ide itu saya utarakan ke tiga penerbit lain; walhasil, dua mendiamkan usul itu, satu editor sebuah penerbit langsung semangat. Secara prinsip dia setuju proyek itu, tapi harus mendapat persetujuan dari para direktur. Baiklah saya tunggu. Dalam beberapa hari selanjutnya saya menanti jawaban definitif sambil mengerjakan order lain yang mesti selesai. Tapi ternyata eksekusi positif proposal itu lama-lama kabur. Memang biasa bahwa usul yang muncul sering pertama-tama mendapat tentangan dan respons negatif, alih-alih mencari peluang sukses. Jadi saya menganggap proposal itu mati di tengah jalan. Saya tentu bersyukur bila benar-benar jadi, tapi kalau toh tidak, ada banyak order lain yang juga harus beres.Entah ada rahasia apa yang terjadi, ketika ide itu benar-benar lenyap, mendadak saya dihubungi seorang editor GPU, menanyakan apa saya tertarik mengedit naskah Barack Obama: In His Own Words, karya Lisa Rogak. Buku itu persis seperti yang saya rencanakan. Perasaan saya campur aduk menerima tawaran itu. Saya terkejut apa yang tengah berlangsung dalam kosmos diri saya. Mendadak ada energi yang mengantarkan saya agar mengerjakan tawaran itu. Rasanya ini jelas berkat buku Barack Hussein Obama itu. "Saya tahu kamu orang yang cocok untuk mengerjakan naskah ini," demikian kata editor itu.Pertama-tama saya senang karena mendapat order dan jaminan pekerjaan dalam bulan itu. Lainnya saya terkejut kok bisa kebetulan seperti itu terjadi pada saya. Saya pernah baca dan cukup meyakini bahwa kebetulan merupakan faktor kehidupan yang penting harus diyakini keberadaannya. Tapi di sisi lain saya sebenarnya masih bermabisi menyusun sendiri quotations Barack Obama, bukan mengedit karya orang lain. Kondisi itu saya ceritakan, dan kami akhirnya saling tertawa. Akhirnya jadilah saya memprioritaskan mengedit quotations itu.Barack Obama: In His Own Words menarik. Selain dikumpulkan dari sumber utama, pilihannya penting, bercakupan luas. Di sana ada ucapan tentang politik dan hukum AS, situasi politik, pencalonan dirinya, harapannya, cara dia menanggapi berbagai isu dan persoalan, mulai dari masalah undang-undang dan pemerintahan yang jadi keahliannya, urusan rumah tangga, sampai upaya kerasnya berhenti merokok. Yang saya rasakan, ucapan itu membuktikan bahwa Obama elegan, cerdas, jujur, humanis, dan humoris. Tapi walaubagaimanapun, dia produk asli AS---dia mempercayai nilai-nilai normatif bangsa itu.Naskah itu secara virtual membuat saya merasa jadi tambah dekat dengan Obama dan tertarik dengan strateginya meraih simpati warga AS agar memilihnya jadi presiden pada pemilu November 2008 nanti. Yang paling sensasional mungkin waktu ada Konvensi Nasional Partai Demokrat Agustus 2008 barusan, ketika dia dikukuhkan sebagai kandidat presiden dan acaranya menyedot semua perhatian media dan orang. Empat tahun lalu, di acara yang sama, dia pun memukau hadirin dan jadi bintang muda partai itu. Kini semua yang dia punya itu begitu kuat, melempangkan jalannya untuk terus membuat sejarah. Dulu dia pun berperan besar mendukung Bill Clinton agar bisa jadi presiden; kini giliran keluarga Clinton mendukung agar dia jadi presiden.Obama merupakan sosok yang magnetik. Dalam konteks karir kepenulisan saya, dia berhasil membakar semangat agar saya menyelesaikan tulisan dengan cukup baik dan utuh. Ketika selesai dan terbit, boleh dibantah kemungkinan buku itu merupakan biografi pertama Obama dalam bahasa Indonesia. Di suatu diskusi buku itu, seseorang bertanya, "Berapa persentase antara baca dan menulis untuk buku itu?" Wah, pertanyaan sulit, karena saya tak mengira-ngiranya. Tapi yang terjadi kira-kira sebagai berikut: saya baca banyak-banyak sesuai kebutuhan, terus menulis sesuai rancangan storyline, mengejar poin demi poin yang sudah ditentukan. Setelah selesai, naskah itu diedit---baik oleh saya sendiri, editor bersangkutan, dan seorang editor ahli.Dalam karir penulisan saya, buku itu merupakan langkah maju dan lebih komprehensif saya dalam penulisan biografi, setelah dulu saya menulis hal serupa tentang Shirin Ebadi (laureat Nobel Perdamaian dari Iran) yang diterbitkan Mizan dan sejumlah profil lain. Boleh jadi gara-gara buku itu juga saya akhirnya jadi editor buku biografi Irawati Durban Ardjo---seorang tokoh tari Sunda. Yang paling mutakhir, administrator www.superkoran. info dan www.apakabar. ws meminta review buku tersebut untuk diiklankan di sana.Benar dugaan awal saya. Ternyata menulis tentang diri sendiri, apalagi yang menyenangkan, itu mudah; ini sedikit-banyak memperlihatkan aspek narsisme dalam diri saya. Tapi, belajar dari penulis yang menuturkan kisah tentang penerbitan buku-bukunya, kisah seperti itu menyemangati orang untuk terus berkarya dan menghasilkan karya lebih baik berikutnya.[ ]ANWAR HOLID, penulis & penyunting, eksponen TEXTOUR, Rumah Buku Bandung. Bukunya ialah Barack Hussein Obama (Mizania, 2007.) Blogger @ http://halamanganji l.blogspot. comKONTAK: wartax@yahoo. com (022) 2037348 - 08156140621 Panorama II No. 26 B, Bandung 40141Anwar Holid, penulis & penyunting, eksponen TEXTOUR, Rumah Buku.Kontak: wartax@yahoo. com (022) 2037348 08156140621 Panorama II No. 26 B Bandung 40141

Vice President Sederhana

VP kok naik KRL,memalukan ...> > Tuan Gafar karena pengalamannya dalam urusan kemasyarakatan> dan relasinya yg luas, disewa oleh sebuah perusahaan energi> berskala besar untuk mengurusi CSR-nya. CSR itu singkatan> dari Corporate Social Responsibility, tempat dimana> perusahaan berupaya menunjukkan sikap humanisnya. Di negara> kampiun kapitalis, makin bagus CSR dikelola, makin mahal> harga sahamnya.> > Tuan Gafar diangkat menjadi pejabat CSR setingkat Vice> Presiden (VP), di atasnya adalah setara direktur atau senior> vice presiden (SPV). Salah satu hak istimewa Tuan Gafar> adalah parkir mobil diplataran yg tak kehujanan dan> kepanasan, bahkan banyak priviles lain didapat.> > Dasar orang udik, Gafar tidak senang dengan kemacetan> Jakarta, sehingga jarang menunggang Kijang-nya menuju kantor> dan lebih suka ber KRL dan kadangkala dicampur dengan ojek,> sesekali berTaxi. Jika membawa Kijang, dia parkir di> Ragunan, lantas disambung menumpang bus trans jakarta,> berdempetan dg karyawan yang berkantor di Kuningan Rasuna> Said.> > Ternyata, kelakuan Gafar oleh kolega dan anak buahnya,> dianggap memalukan Institusinya "kok VP naik KRL, pak> Gafar mesti dibelikan kendaraan yg representatif dan dikasih> supir" begitu kolega barunya berucap.> > Itu kejadian nyata dan meskipun saya tidak heran dengan> pendapat koleganya yg notabene punya wewenang melengkapi> kendaraan pak VP, namun saya agak heran, mengapa naik KRL> ber AC dari stasiun yg juga tidak jorok masih dianggap tidak> representatif ? > > Arifin Panigoro bercerita, bahwa nilai yg dianut di negara> Eropa sudah berubah, bermewah mewahan dengan kendaraan sdh> memalukan, karena perilaku itu hanya milik putra putri> kepala negara yg terusir karena korup dan pejabat korup> negara berkembang.> > Kemewahan mereka adalah naik kendaraan umum, seperti naik> kereta bawah tanah yang di Paris dan London termasuk terbaik> di dunia, kadang mereka mengendarai mobil, namun bermesin> kecil. Jadi persepsi kolega tadi masih "jadul".> > Mungkin kolega tuan Gafar dan bawahannya terbiasa dengan> simbol simbol itu, persis di dunia militer, jika sudah> Jendral, wajib berkendaraan sedan minimal bermesin 2 liter> dikawal ajudan dan supir. Untuk Panglima lain lagi> protokolnya.> > Jika protokol itu wajib, kasian juga tuan Gafar. Itu kan> seperti orang Badui diwajibkan pake sepatu, atau suku dani> berkoteka disuruh bersarung dan santri yg terbiasa sarungan> diwajibkan bercelana. Risi dan kurang sreg, serta kagok plus> tidak "merdeka" gitu.> > Lagian VP kok naik KRL, nyusahin diri aja, pake ngantri di> Trans Jakarta pula. Untung kolega dan bawahannya belum tau> bahwa Gafar juga senang bersepeda ke kantor, alamak !! VP> perusahaan buesar kok ngonthel, ada ada saja.> > Nanang> 4/11/08> Depok> > email: nanang@sepedauntuks ekolah.org>

Belajar Dari Jepang

Selasa, 28 Oktober 2008 18:03
milis : sd-islam@yahoogroups.com posting dari gene netto

Banyak hal yang dapat kita pelajari dari negara yang mungil,kecil dibandingkan negara kita yang kaya raya,segala sesuatu ada,kekayaan alam yang luar biasa namun apa yang terjadi dengan bangsa indonesia? marilah kita lihat sejenak rahasia sukses negeri yang tidak lebih besar dari pulau sumatera ini,yang tidak memiliki kekayaan alam yang berarti,bahkan juga telah diluluh lantakkan bom atom (hirosima dan nagasaki) hingga sekarang masih tersisa zat radio aktifnya.
1. Menghargai waktu
Masyarakat jepang terkenal dengan kedisiplinannya terhadap waktu. Sungguh luar biasa bila anda melihat sendiri bagaimana masyarakat Jepang sangat pentingnya arti waktu bagi mereka. Lihatlah bila mereka berjalan, seperti mengejar sesuatu, hampir semua masyarakat Jepang memakai jam tangan kemanapun mereka pergi. Apabila anda terlambat semenit saja kereta, maka anda harus menunggu kereta selanjutnya. Mungkin ini sangat bertolak belakang dengan budaya masyarakat Indonesia yang terkenal dengan jam karet. Ironis memang, seharusnya kita masyarakat muslim lebih hebat dalam masalah waktu daripada bangsa jepang. Bukankah kita sudah dilatih sholat tepat waktu setiap hari? Apa yang salah dengan bangsa kita?
2. Kerja Keras
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan Perancis (1680 jam/tahun). Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan sebuah mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain memerlukan 47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama. Seorang pekerja Jepang boleh dikatakan bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang. Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan "agak memalukan" di Jepang, dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk "yang tidak dibutuhkan" oleh perusahaan. Di kampus, professor juga biasa pulang malam (tepatnya pagi), membuat mahasiswa tidak enak pulang duluan. Fenomena Karoshi (mati karena kerja keras) mungkin hanya ada di Jepang. Sebagian besar literatur menyebutkan bahwa dengan kerja keras inilah sebenarnya kebangkitan dan kemakmuran Jepang bisa tercapai.
3. Malu
Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dan pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena "mengundurkan diri" bagi para pejabat (mentri, politikus, dsb) yang terlibat masalah korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya. Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek atau tidak naik kelas. Karena malu jugalah, orang Jepang lebih senang memilih jalan memutar daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan. Bagaimana mereka secara otomatis langsung membentuk antrian dalam setiap keadaan yang membutuhkan, pembelian ticket kereta, masuk ke stadion untuk nonton sepak bola, di halte bus, bahkan untuk memakai toilet umum di stasiun-stasiun, mereka berjajar rapi menunggu giliran. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum.
4. Bersih, teratur dan rapi
Alangkah nikmatnya bila kita berjalan jalan (hampir diseluruh wilayah jepang). Begitu nyaman, bersih dan tertata dengan rapi. Masyarakat jepang sudah terbiasa dengan membuang sampah ditempatnya, bahkan sudah biasa dipisahkan, antara sampah yang dapat di bakar, sampah dapur, atau sampah lainnya sudah tertata dengan rapih, bahkan berbeda sampah berbeda pula hari dan jadwal membuangnya.
5. Hidup Hemat
Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan. Di masa awal mulai kehidupan di Jepang, saya sempat terheran-heran dengan banyaknya orang Jepang ramai belanja di supermarket pada sekitar jam 19:30. Selidik punya selidik, ternyata sudah menjadi hal yang biasa bahwa supermarket di Jepang akan memotong harga sampai separuhnya pada waktu sekitar setengah jam sebelum tutup. Seperti diketahui bahwa Supermarket di Jepang rata-rata tutup pada pukul 20:00. Contoh lain adalah para ibu rumah tangga yang rela naik sepeda menuju toko sayur agak jauh dari rumah, hanya karena lebih murah 20 atau 30 yen. Banyak keluarga Jepang yang tidak memiliki mobil, bukan karena tidak mampu, tapi karena lebih hemat menggunakan bus dan kereta untuk bepergian. Termasuk saya dulu sempat berpikir kenapa pemanas ruangan menggunakan minyak tanah yang merepotkan masih digandrungi, padahal sudah cukup dengan AC yang ada mode dingin dan panas. Alasannya ternyata satu, minyak tanah lebih murah daripada listrik. Professor Jepang juga terbiasa naik sepeda tua ke kampus, bareng dengan mahasiswa-mahasiswa nya.
6. Inovasi
Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat. Menarik membaca kisah Akio Morita yang mengembangkan Sony Walkman yang melegenda itu. Cassete Tape tidak ditemukan oleh Sony, patennya dimiliki oleh perusahaan Phillip Electronics. Tapi yang berhasil mengembangkan dan membundling model portable sebagai sebuah produk yang booming selama puluhan tahun adalah Akio Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu. Sampai tahun 1995, tercatat lebih dari 300 model walkman lahir dan jumlah total produksi mencapai 150 juta produk. Teknik perakitan kendaraan roda empat juga bukan diciptakan orang Jepang, patennya dimiliki orang Amerika. Tapi ternyata Jepang dengan inovasinya bisa mengembangkan industri perakitan kendaraan yang lebih cepat dan murah. Mobil yang dihasilkan juga relatif lebih murah, ringan, mudah dikendarai, mudah dirawat dan lebih hemat bahan bakar. Perusahaan Matsushita Electric yang dulu terkenal dengan sebutan "maneshita" (peniru) punya legenda sendiri dengan mesin pembuat rotinya. Inovasi dan ide dari seorang engineernya bernama Ikuko Tanaka yang berinisiatif untuk meniru teknik pembuatan roti dari sheef di Osaka International Hotel, menghasilkan karya mesin pembuat roti (home bakery) bermerk Matsushita yang terkenal itu.
7. Pantang Menyerah
Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang menyerah. Puluhan tahun dibawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua akses ke luar negeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi. Ketika restorasi Meiji (meiji ishin) datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner. Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat Jepang menyerah. Tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan kayu, bahkan 85% sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia. Kabarnya kalau Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30% wilayah Jepang akan gelap gulita Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambahi dengan adanya gempa bumi besar di Tokyo. Ternyata Jepang tidak habis. Dalam beberapa tahun berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri otomotif dan bahkan juga kereta cepat (shinkansen) . Mungkin cukup menakjubkan bagaimana Matsushita Konosuke yang usahanya hancur dan hampir tersingkir dari bisnis peralatan elektronik di tahun 1945 masih mampu merangkak, mulai dari nol untuk membangun industri sehingga menjadi kerajaan bisnis di era kekinian. Akio Morita juga awalnya menjadi tertawaan orang ketika menawarkan produk Cassete Tapenya yang mungil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya melegenda dengan Sony Walkman-nya. Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori dimana orang harus belajar dari kegagalan ini mulai diformulasikan di Jepang dengan nama shippaigaku (ilmu kegagalan).
8. Budaya baca
Jangan kaget kalau anda datang ke Jepang dan masuk ke densha (kereta listrik), sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku atau koran. Tidak peduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di densha untuk membaca. Banyak penerbit yang mulai membuat man-ga (komik bergambar) untuk materi-materi kurikulum sekolah baik SD, SMP maupun SMA. Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikan dengan menarik yang membuat minat baca masyarakat semakin tinggi.Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing (bahasa inggris, perancis, jerman, dsb). Konon kabarnya legenda penerjemahan buku-buku asing sudah dimulai pada tahun 1684, seiring dibangunnya institut penerjemahan dan terus berkembang sampai jaman modern. Biasanya terjemahan buku bahasa Jepang sudah tersedia dalam beberapa minggu sejak buku asingnya diterbitkan.
Bangsa Indonesia punya hampir semua resep orang Jepang diatas, hanya mungkin kita belum mengasahnya dengan baik. Di Jepang mahasiswa Indonesia termasuk yang unggul dan bahkan mengalahkan mahasiswa Jepang. Orang Indonesia juga memenangkan berbagai award berlevel internasional. Saya yakin ada faktor "non-teknis" yang membuat Indonesia agak terpuruk dalam teknologi dan ekonomi. Mari kita bersama mencari solusi untuk berbagai permasalahan republik ini. Dan terakhir kita harus tetap mau belajar dan menerima kebaikan dari siapapun juga.
Sumber: Warnaislam.com